Senin, 16 Maret 2009

ehm

kenyataan dibalik realita


begitu sulit untuk dituliskan…
seperti bayang-bayang yang tersamar
yang secara perlahan menutupi impianku..
sepintas tampak seperti lambaian tangan,
atau tarian rumput ilalang…
namun tak begitu jelas.

seperti bisikan di telinga…
semua ini begitu saja membangunkanku…
entah kini ataupun di masa lalu,
semuanya tampak begitu abu-abu.

seperti goresan-goresan di wajah seorang wanita tua..yang seluruhnya dibuatnya sendiri.
aku kembali dari sesuatu yang begitu menyulitkan,
sesuatu yang hampir tak berbatas, namun begitu sulit ku sentuh…
seperti melihat senyum dikaca..
yang begitu sulit membedakan mana yang tulus dan mana yang bohongan.
semuanya adalah kesadaran di balik kesadaran…
dan bahkan roh yang telah matipun tak pernah menyadari bahwa ia telah mati…

seperti biji sesawi yang terbang terbawa angin…
yang ia tak tahu kemana ia akan di bawa..
namun itu membuat ia bahagia, karena akhirnya dapat terlepas dari pohonnya.


ELEGI HITAM PUTIH


Sebentar terdiam…

Sebentar bersuara…

Akupun bertanya…ada apa rupanya?

Sekarang aku bisa buat kau tersenyum, sebentar lagi kubuat kau menangis.

Ada apa?

Wahai kau Sang Pncinta!

Jangan tersenyum!

Kini aku meragukan kesetiaanku..!

Merah, putih, Hati…Semuanya membiru. Kelabu….

Ternyata,

Mencintaimu membuatku hancur.

Pergolakan seorang pesimistis yang menjadi optimis


Suatu pagi aku teringat akan cerita-cerita orang-orang zaman dahulu, cerita tentang kehancuran dan kematian. Satu hal yang selama ini menjadi sebuah phobia bagiku.

Ketika pagi esoknya aku terbangun lagi, aku melihat ujung-ujung pohon itu sudah layu, seperti mati dalam genggaman padang pasir yang gersang. Sebuah kematian yang sangat menggenaskan.

Ketika pagi keesokannya aku kembali terbangun, aku melihat kota ini sudah menjadi kota mati, menjadi kota yang bisu, dan aku hanya mendengar suaraku dan suara kematian.

Seperti pada bulan Novermber setiap tahunnya, kebekuan dan kesunyian malam adalah perlambangan hatiku yang takut kehilangan cinta… dan ketakutan itu sangat mendasar karena kau hidup dalam lorong-lorong waktu yang kosong, yang terus berputar mengelilingi aku sampai membuat kepalaku pusing dan muntah-muntah. Apakah kau tahu apa yang kumuntahkan? Aku memuntahkan seluruh kebencian, ketakutan, kebohongan, dan semua hal yang memuakkan.

Jika kau hidup seperti aku, seperti orang yang bodoh yang gila akan pemikirannya sendiri….orang yang selalu berfikir untuk dapat memutarkan arah dunia…orang yang selalu bercinta dengan masa lalu…orang yang haus akan kasih sayang. Seperti dua sejoli yang tanpa ragu-ragu mempertemukan kedua bibirnya dan melumatnya dengan penuh nafsu.

Aku akan menjadi bagian atas sebuah sejarah yang takkan dikenang… sebuah sejarah yang busuk dan takkan pernah dibuka kecuali olehku sendiri.

Aku ingin hidup sampai November tahun depan. Tahun dimana aku dapat merasakan kedamaian, merasa dicintai, merasa dihargai dan merasa hidup lagi.

GAZA….OH…GAZA


Hamparan debu dan asap jatuh bersamaan dengan bangunan dan bom

Menyertai setiap tetesan air mata dan darah,

Yang jatuh sia-sia bersama-sama dengan nyawa

Hanya karena keserakahan manusia akan sejengkal tanah..

Hingga menghilangkan nurani

Dan bahkan nyawa sudah tak berharga lagi…

Sudah sama seperti bom-bom yang jatuh dan hancur bersama reruntuhan itu

Kini sudah tak ada lagi batasan yang jelas tentang kemanusiaan, tentang arti hidup…

Tentang cinta kasih!

Siapakah kalian!

Sehingga membuat kami seperti ini?

Siapakah kalian!

Yang membuat nyawa seekor binatang lebih berharga dari nyawa manusia?

Siapakah kalian!

Yang dengan begitu mudah mencabut nyawa-nyawa tak berdosa itu!

Seperti semudah kalian menjatuhkan peluru-peluru jahanam itu!

Kini….

Yang tersisa pada diri kami adalah harapan…

Dan mungkin hanya harapanlah yang mampu membebaskan kami dari belenggu ini…

Harapan yang hendak mengatakan bahwa yang kalian lakukan itu adalah salah dan sia-sia..

Harapan untuk mencoba mengampuni kalian,

Setelah apa yang kalian lakukan dan ambil dari hidup kami

Harapan yang membuat kalian sadar!

Harapan yang mampu menyentuh setiap sudut-sudut hati kalian….

Yaitu…

Harapan kami untuk hidup!

KETIKA ARLOJI BERDETAK


arloji yang berdetak,

seketika itu juga suara-suara membisu,

pikiran-pikiran terhenti,

aku bersama mimpi-mimpi ini perlahan-lahan menghilang

lari entah kemana…

ketika pikiran-pikiran terhenti, ketika suara-suara membisu, ketika arloji berdetak….

itulah arloji kematian,

yang secara perlahan-lahan menarikku menuju ruang-ruang kosong, ruang-ruang penuh kehampaan….

ketika arloji berdetak….

semua menjadi mati.

pagi yang baru


hidup ini sudah seperti rawa-rawa hitam
aku di sini telanjang
mencoba untuk berenang menyebranginya.

hati sudah menjadi batu
sangat keras untuk digenggam.

air mata ini sudah menjadi darah
setiap tetesan yang jatuh ke bumi berbau amis

setiap uluran tangan yang ku beri,
kembalinya penuh dengan kotoran.

apakah Dia masih diakui?
apakah masih ada hati yang lembut?
apakah bisa rawa hitam busuk ini kujernihkan dengan cinta?

ah…
mungkin itu hanya sebuah romantisme masa lalu.
biarlah pagi yang menghapus semuanya…


merdeka yang kau bilang telah membuat aku menjadi mati,

apakah yang lebih berharga daripada kematian?

aku terkurung dalam teori-teori tentang hidup, yang pada kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan.

adakah yang lebih berharga dari harapan?

kalian memaksaku hidup dengan tatapan sayu,

tanganku sudah seperti batu yang tak pernah lelah dan tak mampu ku genggam lagi.

bahkan merdeka yang kalian bilang itu tak pernah tersentuh olehku.

sekarang yang tinggal padaku hanyalah cinta dan keyakinan, yang lebih berharga dari harga diri lebih dari segalanya.

lebih dari kemerdekaan yang kalian punya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar